Disonansi Kognitif
Adakalanya
pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan
disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi.
Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.
Eman
adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan
tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan
berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara
tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap
menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal
itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti
merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat
berhenti merokok sekarang ini.
Ini
menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut
bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu
yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan
dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras
mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman
yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup
melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap
bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus
merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan
peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan
berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk
mengatakan hal itu.
Dua cara
lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam”
dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya
kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa
kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak
dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan
persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk
memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.
0 comments:
Posting Komentar