Pria itu masih saja mengepulkan asap dari mulutnya di sudut rumah. Sesekali menghela nafas. Tampak segala keluh kesah terpusat di wajahnya. Mungkin dia memang sedang mengalami banyak masalah. Tapi selama ini dia tetap bertahan. Bukan satu dua tahun, tapi bertahun-tahun.
Setiap hari dia bekerja begitu keras. Anak-anaknya sudah semakin besar. Menambah beban hidup yang besar pula. Apalagi anaknya sedang kuliah di salah satu universitas negeri di Bandung. Dan itu tentu butuh biaya yang tak sedikit.
Jam 5 pagi dia bangun, menyiapkan segala perlengkapan untuk mencari uang. Jam 10 dia berangkat dengan harapan ada secercah cahaya berbentuk kertas dapat diraihnya. Bukan untuk apa, tapi untuk anaknya. Pencarian berakhir ketika jam menunjuk angka dua, bukan siang tapi pagi. Praktis hanya 3 jam saja di tertidur. Setiap hari itulah yang dilakukan ayah untuk anaknya.
Dia tak pernah berbicara tentang masalahnya kepada anaknya. Setidaknya selama 19 tahun ini. ”Nak, jadilah orang sukses. Orang seperti ayahmu ini selalu merasa kecil saat penolakan datang. Terutama saat anaknya gagal menikah gara-gara kecilnya diri ini,” tutur ayah tiba-tiba menasihati.
Sang anak mengamini dan berharap melakukan yang terbaik untuk pengorbanan sang ayah. “Ayahku yang lugu. Aku akan berusaha semampuku, menjadi seseorang yang kau mau. Aku janji kerja kerasmu selama ini tak akan sia-sia,” gumam sang anak.
“Suatu hari aku akan berkata. Tidurlah yah. Istirahatlah. Biar keringatmu selama ini kugantikan. Sdah cukup pengorbananmu selama ini. kini adalah giliranku. Mengurusmu adalah kewajibanku. Seperti yang telah kau lakukan saat aku terlahir dengan tangis, di pangkuanmu,” pungkas anak dalam hati.
Lagu yang selalu saya dengarkan apabila saya kangen dengan Ayah saya.. Seperti ini Liriknya kawan2..
Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm…
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm…
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm…
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia
Ayah - Ebiet G Ade
0 comments:
Posting Komentar